Rabu, 11 Juni 2014

Mengeluh



Judul artikel ini pasti sudah tidak asing di kehidupan kita. Banyak sekali hal-hal yang tidak kita kehendaki terjadi dalam perjalanan hidup kita. Entah itu berupa penyakit, kegagalan, kecemburuan, iri hati, dan lain-lain.

Kegiatan mengeluh ini pun tidak jarang dilakukan oleh orang percaya, dan ini juga dicatat dalam Perjanjian Lama maupun Perjanjian Baru di Alkitab kita. Hal ini menunjukkan bahwa sebenarnya banyak sekali manusia yang merasa tidak puas terhadap rancangan yang sudah disediakan oleh Tuhan kita. Sebagai contoh, umat Israel yang semula senang karena bisa bebas dari jajahan bangsa Mesir, pada saat mengalami masa kebuntuhan, mereka menyalahkan Tuhan karena nasib mereka. Daud pun melakukan hal yang sama, meskipun Daud adalah orang yang dipakai oleh Tuhan, namun dicatat bahwa Daud pun mengeluh terhadap Tuhan.

Bilangan 11:1
Pada suatu kali bangsa itu bersungut-sungut di hadapan TUHAN tentang nasib buruk mereka, dan ketika TUHAN mendengarnya bangkitlah murka-Nya, kemudian menyalalah api TUHAN di antara mereka dan merajalela di tepi tempat perkemahan.

Mazmur 13:2-3
Berapa lama lagi, TUHAN, Kaulupakan aku terus-menerus? Berapa lama lagi Kausembunyikan wajah-Mu terhadap aku? Berapa lama lagi aku harus menaruh kekuatiran dalam diriku, dan bersedih hati sepanjang hari? Berapa lama lagi musuhku meninggikan diri atasku?

Bila kita mengeluh, itu sama saja kita tidak percaya dengan Bapa kita. Sebab saat kita mengeluh, kita ingin agar kehendak kitalah yang terjadi, padahal sebagai orang percaya kita tahu bahwa pasti ada sesuatu yang akan kita jumpai dibalik masa kejatuhan yang sedang kita hadapi.

Terdapat pilihan bagi kita saat berada dalam masa kejatuhan dalam hidup kita, yaitu mengeluh karena nasib buruk kita atau justru kita terus memiliki pengharapan dalam iman kita. Kita tentu sudah seringkali melewati nasib buruk, dan seringkali setelah melewatinya kita baru sadar maksud Tuhan dari rancangannya dalam hidup kita. Tentu kita tidak akan pernah mengerti seperti apa rancangan Tuhan, namun kita tidak perlu mengetahuinya, kita hanya perlu memiliki pengharapan dan menjalaninya dengan tekun bersama dengan Tuhan.

Roma 8:24-25
Sebab kita diselamatkan dalam pengharapan. Tetapi pengharapan yang dilihat, bukan pengharapan lagi; sebab bagaimana orang masih mengharapkan apa yang dilihatnya? Tetapi jika kita mengharapkan apa yang tidak kita lihat, kita menantikannya dengan tekun.

Paulus juga memiliki kelemahan dalam tubuhnya, dan Paulus pun juga ingin menghilangkan kelemahan itu dengan memohon kepada Tuhan. Tetapi Tuhan berkehendak lain, Tuhan mengatakan bahwa kelemahan itu haruslah tetap ada dalam Paulus, sebab Tuhan dapat berkarya melalui kelemahan itu. Mungkin Paulus merasa dengan diangkatnya kelemahan dari dalam dirinya, dia bisa melakukan pelayanan yang lebih baik lagi, namun seperti halnya kita sebagai manusia, kita tidak mengethui pikiran Tuhan yang jauh lebih sempurna dari pikiran kita.

2 Korintus 12:7-10
Dan supaya aku jangan meninggikan diri karena penyataan-penyataan yang luar biasa itu, maka aku diberi suatu duri di dalam dagingku, yaitu seorang utusan Iblis untuk menggocoh aku, supaya aku jangan meninggikan diri. Tentang hal itu aku sudah tiga kali berseru kepada Tuhan, supaya utusan Iblis itu mundur dari padaku. Tetapi jawab Tuhan kepadaku: "Cukuplah kasih karunia-Ku bagimu, sebab justru dalam kelemahanlah kuasa-Ku menjadi sempurna." Sebab itu terlebih suka aku bermegah atas kelemahanku, supaya kuasa Kristus turun menaungi aku. Karena itu aku senang dan rela di dalam kelemahan, di dalam siksaan, di dalam kesukaran, di dalam penganiayaan dan kesesakan oleh karena Kristus. Sebab jika aku lemah, maka aku kuat.

Untuk menutup artikel ini, ada sebuah ungkapan yang sangat terkenal dari seorang pemain Tenis yang mendapatkan Trofi Wimbledon. Perkataannya ini dia katakan saat dia mengalami sakit kanker. Ada seseorang yang menanyakan kepada Arthur, apakah dia tidak mengeluh kepada Tuhan karena penyakitnya ini. Dan inilah jawaban Arthur Arshe:
"Di dunia ini ada 50 juta anak yang ingin bermain tenis, di antaranya 5 juta orang yang bisa belajar bermain tenis, 500 ribu belajar menjadi pemain tenis profesional, 50 ribu datang ke arena untuk bertanding, 5.000 mencapai turnamen grand slam, 50 orang berhasil sampai ke Wimbledon, empat orang di semi final, dua orang berlaga di final. Dan ketika saya mengangkat trofi Wimbledon, saya tidak pernah bertanya kepada Tuhan, 'Mengapa saya?' Jadi ketika sekarang saya dalam kesakitan, tidak seharusnya juga saya bertanya kepada Tuhan, 'Mengapa saya?'" - Arthur Arshe

Ketika melihat perkataan Arthur Arshe, saya merasa bahwa jawaban seperti itulah yang harus dimiliki oleh orang-orang percaya. Banyak dari kita saat mengalami kemenangan, kita tidak pernah berpikir mengapa saya harus mengalami kemenangan itu, tetapi saat kekalahan, kita selalu mengeluh kepada Tuhan. Mari kita hidup berserah kepada Tuhan dan menjalaninya dengan pengharapan dan iman kita kepada Kristus.

"Jalani rancangan-Nya dengan pengharapan dan kau akan mengetahui tujuan-Nya"

Tidak ada komentar:

Posting Komentar