Rabu, 18 Maret 2015

Sabar Tanpa Batas




"Cukup sudah, habis kesabaranku!!"
"Sesabar-sabarnya orang, kesabaran itu ada batasnya!!"
"Aku sudah tidak bisa sabar lagi, ini sudah keterlaluan!!"

Mungkin ungkapan-ungkapan itu tidak jarang hinggap dalam hidup kita, entah karena kita mendengar dari orang lain, atau justru kita sendiri yang mengucapkannya. Sabar adalah suatu topik yang cukup menarik bagi saya, sebab sabar disebutkan pertama kali sebagai arti kata dari kasih (1 Korintus 13:4). Hal ini membuat saya selalu mengingat bahwa definisi yang pertama dari kasih adalah sabar. Namun tidak pernah ada Firman Tuhan yang menyatakan tentang batas-batas kesabaran, hal ini yang sering menjadi alasan bagi banyak orang untuk meraba-raba bahwa sabar harus dibatasi.

Mazmur 103:8
TUHAN adalah penyayang dan pengasih, panjang sabar dan berlimpah kasih setia.

Amsal 14:17
Siapa lekas naik darah, berlaku bodoh, tetapi orang yang bijaksana, bersabar.

Amsal 14:29
Orang yang sabar besar pengertiannya, tetapi siapa cepat marah membesarkan kebodohan.

Firman Tuhan, khususnya melalui Mazmur dan Amsal banyak mengungkapkan tentang betapa positifnya kesabaran. Banyak sekali himbauan untuk menjadi orang yang sabar dan tidak mudah marah. Tetapi itu bukan berarti tidak boleh marah. 

Menurut saya, kehabisan kesabaran dan marah adalah hal yang berbeda. Kehabisan kesabaran berarti terbawa emosi dalam situasi yang seharusnya masih dapat kita selesaikan, dan itu merupakan dosa. Namun marah adalah situasi karena ada suatu hal yang salah dan marah harus diwujudkan sebagai tindakan yang benar. Beberapa hari yang lalu saya sempat mendengar seorang penginjil mengatakan, "Saat kita harus marah, dan kita tidak marah, berarti kita berdosa." Saya cukup sepakat dengan kalimat tersebut, sebab pada kondisi tertentu marah dibutuhkan, tetapi sekali lagi itu karena terdapat kesalahan yang harus diselesaikan. Seperti Tuhan Yesus saat marah karena Bait Suci digunakan sebagai tempat berdagang. Tentu saja Tuhan Yesus harus marah, karena mendapati ketidakbenaran yang terjadi.

Kembali ke topik tentang kesabaran, Firman Tuhan tidak pernah memberikan batas terhadap kesabaran, justru Firman Tuhan selalu menyarankan untuk menjadi sabar. Tetapi manusia yang selalu bergelut dengan dosa, perlahan-lahan memberikan batas terhadap kesabarannya dalam diri sendiri. Dan itu sudah berlangsung sejak dulu hingga sekarang, dan itu yang membuat setiap manusia berpikir bahwa adanya batasan-batasan dalam bersabar.

Sekarang tugas kitalah sebagai orang percaya yang harus mampu membuat perbedaan bagi dunia yang penuh dosa ini. Bersabarlah terhadap segala sesuatu, sebab Tuhan sendiri juga panjang sabar. Dan janganlah kita marah karena kita tidak bisa mengontrol kesabaran kita, tetapi marahlah karena ketidakbenaran.

"Tidak semua orang bisa sabar, tetapi kita harus bisa"

Jumat, 06 Maret 2015

Jangan Memikirkan Kepentingan Diri Sendiri



Seorang dirigen atau kondektur sebuah orchestra tampil dalam sebuah acara. Umumnya, saat seseorang tampil di suatu acara, dia akan menghadap ke arah penonton untuk mencuri perhatian semua penonton. Tetapi beda hal dengan seorang dirigen, mereka tampil dengan membelakangi penonton. Seorang dirigen tidak fokus dengan penampilannya, melainkan penampilan orang-orang yang dipimpinnya. Kalau penyanyi, pesulap, penari, dan sebagainya selalu bertujuan agar mendapat seluruh perhatian dari penonton, seorang dirigen tidak mempedulikan itu. Yang terpenting baginya adalah memberikan yang terbaik agar penonton menyukai penampilan orchestranya, tidak peduli bagaimana reaksi penonton, entah ada yang tidak suka, tidak memperhatikan, tertidur, ataupun berbicara sendiri. Bila seorang dirigen memikirkan reaksi penonton akan penampilannya, itu justru akan mengganggu pikirannya, dan membuat orchestra yang dipimpinnya menjadi kacau.

Ilustrasi tersebut bagi saya sangat berhubungan dengan Firman Tuhan dalam Filipi 2:1-4 tentang merendahkan diri seperti Kristus.

Filipi 2:1-4
Jadi karena dalam Kristus ada nasihat, ada penghiburan kasih, ada persekutuan Roh, ada kasih mesra dan belas kasihan, karena itu sempurnakanlah sukacitaku dengan ini: hendaklah kamu sehati sepikir, dalam satu kasih, satu jiwa, satu tujuan, dengan tidak mencari kepentingan sendiri atau puji-pujian yang sia-sia. Sebaliknya hendaklah dengan rendah hati yang seorang menganggap yang lain lebih utama dari pada dirinya sendiri; dan janganlah tiap-tiap orang hanya memperhatikan kepentingannya sendiri, tetapi kepentingan orang lain juga.

Memikirkan diri sendiri akan membawa kita kepada sifat egois, tinggi hati, dan tidak peduli terhadap sesama. Hal ini tentu tidak disukai oleh Tuhan, sebab itu bukanlah sifat kasih seperti yang diajarkan Kristus. Dengan tidak memikirkan diri sendiri, kita dituntut untuk rendah hati dan mementingkan kepentingan orang lain.

Memang di suatu saat kita akan merasa bahwa ada kepentingan dari diri kita yang tidak bisa ditawar, sebab menurut kita itu adalah prioritas utama kita dan sudah waktunya untuk diperoleh. Hal itu tidak salah, sebab Tuhan tidak pernah melarang orang memiliki kepentingan, tapi jangan sampai kita melupakan Firman Tuhan tersebut. Mencapai kepentingan kita boleh, asalkan kita tidak mencapainya untuk puji-pujian diri sendiri ataupun merugikan orang lain.

Roma 2:8
tetapi murka dan geram kepada mereka yang mencari kepentingan sendiri, yang tidak taat kepada kebenaran, melainkan taat kepada kelaliman.

Hukum Tuhan sangat jelas bagi mereka yang mementingkan diri sendiri, yaitu Tuhan akan murka kepada mereka yang melakukannya. Tetapi hukum Tuhan juga jelas bahwa mereka yang mementingkan orang lain, akan mendapatkan hidup kekal.

Setiap orang memang memiliki kepentingan dan urusan sendiri, namun alangkah baiknya jika kita juga mampu peduli dan mengutamakan orang lain dalam hidup kita. Kasih itu tidak mencari keuntungan diri sendiri, dan kasih adalah sifat Kristus yang harus kita miliki. Akan tercipta suasana yang sangat indah bila setiap orang percaya mampu membangun hal ini bersama-sama.

Pasti akan lebih sedikit waktu untuk orang lain daripada waktu untuk diri sendiri, pergunakanlah!!